Google memutuskan untuk memperpanjang deadline penghapusan third-party cookies hingga tahun 2023. Bagaimana perubahan ini memengaruhi advertisers dan publishers, khususnya di Asia Tenggara dan India? Lalu, apa yang dapat dilakukan advertisers dan publishers untuk satu setengah tahun ke depan?

IAB Southeast Asia + India Data and Attribution Council baru-baru ini mengadakan diskusi yang dipimpin oleh Rupesh Kumar (Director - Carat Singapore) dan Stanley Chrislie (Account Growth - StickEarn Indonesia) mengenai topik penting ini.

Sampai saat ini, publishers dan advertisers masih mengandalkan perspektif AS atau Eropa, di mana sebagian besar pengujian telah dilakukan. Akibatnya, sangat sedikit pelokalan yang dilakukan di luar bahasa. Namun, Asia Tenggara dan India berbeda dengan pasar AS dan Eropa. Publishers serta advertisers harus menemukan solusi untuk mengatasi suatu masalah yang menjadi pertanyaan mendasar.

Artikel_Blog_SE_-_Dampak_Penundaan_Pemblokiran_Image_2.png

Bagaimana penundaan ini berdampak pada publishers dan advertisers, khususnya di SEA & India?

Bagi publishers, penghapusan cookie dapat mengubah cara mereka memonetisasi konten dan menjual “inventaris” iklan ke suatu brand. Penundaan yang dilakukan oleh Google akan membawa peluang yang lebih signifikan bagi mereka untuk menguji dan menyempurnakan solusi mereka. Penting juga untuk dicatat, bahwa publishers juga memiliki tantangan yang cukup kompleks untuk mengumpulkan alat pengenal tetap seperti login/user id sebagai alternatif cookie karena tingkat log-in yang rendah. Publishers yang mengumpulkan data dari audiens mereka melalui proses sign-in, berlangganan, dan menikmati konten akan mulai membentuk kelompok mereka sendiri dan mengumpulkan data audiens mereka untuk membantu advertisers membelanjakan uang mereka dan menguji kelompok ini.

Baca Juga: Dampak PPKM Terhadap Mobilitas Konsumen dan Tren Media

Bagi advertisers, pemblokiran cookie pihak ketiga tidak dapat dihindari karena penundaan hanya memundurkan timeline. Jadi sekarang, cara terbaiknya adalah melanjutkan uji coba dan bersiap-siap ketika waktu pemblokiran sudah ditetapkan. Beberapa pengadopsi awal telah mulai mengumpulkan dan merampingkan first party audience mereka, tetapi sekelompok kecil pengiklan juga melakukan itu. Namun, sebagian besar advertisers mengantisipasi apa yang akan dilakukan publishers atau apa solusi mereka sebelum memutuskan bagaimana mereka ingin menangani dunia iklan tanpa adanya cookie dan mengambil pendekatan wait and see.

Apa yang dapat dilakukan advertisers dan publishers dalam satu setengah tahun ke depan?

Penundaan dari Google ini dipicu karena Google belum sepenuhnya siap dengan solusinya. Penundaan ini adalah kesempatan emas bagi advertisers dan publishers untuk menetapkan standar pengukuran universal yang tepat dan mengujinya sebelum penghapusan third party pada tahun 2023.

Meskipun penundaan ini memberi lebih banyak waktu bagi penerbit untuk bersiap-siap, kenyataannya kami belum melihat banyak pengujian yang dilakukan di Asia Tenggara dan juga India. Jadi untuk penerbit yang tanpa cookie, pemahaman audiens pengguna online mereka, harus kembali ke titik awal. Di saat para penerbit telah menghabiskan waktu untuk berfokus pada kemitraan dengan solusi teknologi yang akan membantu memonetisasi atau menjual inventaris iklan yang tersedia, saat ini mereka perlu fokus pada kemitraan yang akan membantu mereka mengaktifkan data pihak pertama/first party mereka. Strateginya adalah meningkatkan volume data mentah pihak pertama/first party yang dapat mereka peroleh dan mendapatkan insights dari poin data tersebut.

Bagi advertisers, penting untuk mulai berpikir untuk memanfaatkan data pihak pertama mereka, seperti berinvestasi dalam solusi Martech dan mengumpulkan data pihak pertama yang dapat digunakan di masa mendatang untuk prediksi atau penargetan one-to-one.

Semua brand mengumpulkan informasi berharga tentang pelanggan mereka, seperti riwayat transaksi, data CRM, tanggapan survei, dan lain-lain, tetapi data ini sering kali disimpan rapat-rapat, dan karena kesenjangan dalam pengumpulan data ini, advertisers sulit menggunakan informasi. Pengiklan perlu memanfaatkan semua informasi tentang pelanggan mereka untuk penargetan dan akuisisi lintas saluran. Dengan data ini, pengiklan dapat menganalisis atribut, perilaku, dan sifat pelanggan dalam aset data pihak pertama untuk secara efektif membangun segmen audiens dan menargetkan mereka.

Advertisers harus mulai menguji penargetan tanpa cookie dan mereka dapat bekerja dengan publishers yang berbeda untuk menguji dan mengulangi bagaimana segmen audiens yang berbeda dapat mendorong kinerja untuk campaign lain.

Lakukan Pengujian, Lagi dan Lagi

Pengujian berbagai solusi dan strategi saat cookie pihak ketiga masih ada untuk dibandingkan. Kebutuhan saat ini adalah fokus pada pengembangan dan/atau penyempurnaan strategi untuk mendorong autentikasi.

Bagaimana pengukuran dan atribusi bekerja dalam skenario web pribadi?

Salah satu area kekhawatiran bagi setiap advertisers atau publishers adalah bagaimana pengukuran dan atribusi akan bekerja. Industri periklanan mengidentifikasi solusi yang tepat yaitu, Google Privacy Sandbox, FLoc, atau Unified ID 2.0.

Para brand dapat memilih satu solusi atau beberapa solusi industri. Namun, mereka harus menjauh dari pelacakan one-to-one. Jadi, meskipun advertisers dan publishers akan memberikan banyak data pihak pertama yang diautentikasi ke walled garden, informasi yang diambil dari walled garden tersebut akan memiliki tampilan agregat daripada tampilan granular.

Brand harus mulai melihat Marketing Mix Modeling secara mendasar di masa depan sebagai solusi yang memungkinkan untuk mengukur dampak media tertentu pada suatu campaign atau bisnis. Namun, banyak advertisers saat ini masih berfokus pada pengukuran lower funnel KPI (misalnya, penjualan, prospek) dan menggunakan model atribusi last-click untuk mengukur dampaknya.

Mengapa mereka masih melakukan hal tersebut? Karena mereka terikat dengan promosi serta bonus, yang pada dasarnya adalah struktur organisasi. Marketers perlu beralih dari atribusi klik untuk mengukur dampak yang lebih signifikan dan bermakna.

Stanley Chrislie adalah Account Growth di StickEarn

Tulisan ini adalah alih bahasa dari artikel asli yang sudah pernah diunggah di https://iabseaindia.com/

CTA Banner Blog - 02.png